expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 23 Februari 2016

Kuota Internet Cepat Habis? Inilah Tipe Website yang Menguras Paket Internet Anda!






Paket internet terkuras? Hindarilah! Di bawah ini adalah tipe-tipe website yang bisa menguras paket internet Anda.

Ketika Anda cukup meng-klik hanya sekali, tapi Anda harus meng-klik berulang kali yang pastinya memakan waktu, tenaga dan tentunya menguras kuota paket internet Anda.

Bayangkan, ketika Anda mengunjungi sebuah website, Anda sudah disambut oleh banyak banner iklan yang menurut Anda tak penting, komplit dengan script flash player dan video streaming yang secara tidak sopan, menutupi halaman yang ingin Anda baca.

Maka Anda harus menutup beberapa diantaranya. Apakah begini cara “welcome” sebuah website menghormati pengunjungnya? Inilah salah-satu akibat mengapa kuota internet Anda akan tersedot habis. Masih banyak website lain yang sangat profesional.


Koneksi internet di Indonesia sebenarnya masih tergolong mahal. Oleh karenanya lebih dari 50% persen pengguna akses pribadi di Indonesia masih menggunakan internet “sistim paket” yang berdasarkan kuota. Sangat berbeda dengan di Indonesia, kini sudah banyak negara di dunia yang tak lagi memungut biaya untuk mengakses internet kepada warganya, alias gratis.

Sebenarnya akses internet khusus untuk mobile, gadget atau handphne, tak perlu menggunakan sistim paket, harusnya gratis, karena akses kecepatan internet ke sebuah handphone sangat kecil, dan berbeda dengan akses melalui PC atau laptop. Namun itu pun masih cepat habis paket internetnya, dan banyak pengguna internet khususnya yang mengakses melalui PC atau laptop, sering mengeluh karena paket internetnya cepat habis.

Mengapa Kuota Paket Internet Cepat Habis?
Mengapa kuota cepat habis? Apalagi jika menggunakan PC atau laptop dibanding dengan Gadget atau handphone? Hal itu disebabkan karena dengan menggunakan PC atau laptop, maka halaman sebuah website tak hanya men-download script HTML, tapi juga akan mendownload semua konten yang ada di dalamnya, termasuk file animasi GIF, flash media script, javascript, shockwave script, visual basci script, video streaming, lengkap dengan audionya dan juga script lainnya. Dengan begitu, barulah sebuah halaman dapat tampil secara sempurna.

Jika menggunakan PC atau laptop, seluruh script harus diunduh saat Anda mengunjungi suatu halaman atau website. Script-script tersebut sangat menguras kuota paket internet saat men-download atau me-loading-nya. Maka hal ini terasa sangat lama atau berat ketika membuka sebuah halaman atau website yang mengandung script tersebut.

Pada dunia Gadget, nyaris semua script itu tak berlaku di dunia Gadget ataupun hand phone, karena tampilan halaman pada layar Gadget cukup sederhana, dan sangat berbeda jika dibandingkan dengan tampilan di sebuah monitor PC atau laptop.



Harga Paket Internet dan Kepuasan Surfing Tidak Sebanding
Jika dipertimbangkan, harga paket internet dan lamanya akses yang digunakan di Indonesia masih TIDAK SEBANDING dengan biaya yang harus dikeluarkan, alias cepat habis, padahal akses internet hanya dipakai untuk sekedar surfing saja.

Bagaimana jika paket internet dipakai untuk mengakses video di Youtube yang menggunakan sistim streaming, atau untuk mengunduh (download) atau upload (mengunggah) sebuah video atau file? Dijamin paket internet segera habis.

Mengapa bisa begitu? Salah satu penyebabnya adalah website atau situs yang anda kunjungi tersebut. Merekalah yang menyedot paket Anda menjadi kering.

Berikut beberapa jenis disain website yang harus Anda hindari jika memakai paket internet berdasarkan kuota, terutama jika Anda mengakses internet dengan menggunakan PC atau laptop atau sejenisnya:

1. Website “Hanya Kategori, Harus Klik Lagi”


Adalah sebuah halaman website berikut tautan dari sebuah judul artikel yang jika Anda klik, ternyata tidak ada artikelnya, hanya terpampang judulya saja alias hanya sekelas “Kategori” dari beberpa judul artikel lainnya.

Itu artinya Anda harus meng-klik lagi untuk menuju ke artikel terkait. Atau kadang Anda harus mencari lagi judul yang tadinya Anda ingin baca diantara banyak judul lain. Website dengan link atau tautan seperti ini sangat menipu pengunjung, agar ia meng-klik lebih dari sekali.

Seharusnya Anda cukup sekali klik, maka artikel langsung dapat Anda baca, namun Anda harus meng-klik dua atau tiga kali, sangat tidak praktis dan menguras paket internet Anda!

2. Website “Klik Selengkapnya”


Beberapa sifat dari website tipe ini hampir sama seperti poin satu, adalah tautan dari sebuah judul artikel yang jika Anda klik, ternyata artikelnya hanya prolog alias hanya sepotong.

Maka, Anda harus meng-klik sekali lagi untuk menuju ke artikel selengkapnya yang ingin Anda baca, sangat tidak praktis dan menguras paket internet Anda.

3. Website “Halaman Berikutnya”


Adalah website yang menyediakan yang seharusnya satu buah artikel komplit, namun dibagi-bagi menjadi lebih dari satu halaman, bisa dua, tiga, empat halaman atau lebih.

Maka, Anda harus meng-klik berulang-ulang jika ingin membaca sebuah artikel hingga habis. Seharusnya hanya meng-klik sekali dan dapat membaca seluruh artikel, namun Anda diharuskan meng-klik berkali-kali, cara ini tidak praktis dan pastinya akan menguras paket internet Anda.

4. Website “Beberapa Yang Paling”


Adalah sebuah artikel yang menjabarkan konten dalam beberapa poin. Biasanya judulnya mengandung angka, misal “Inilah 10 tempat yang paling….” atau “Inilah 12 orang yang paling…”.

Sebenarnya antara judul dengan konten tak jadi masalah. Yang menjadi masalah adalah jika setiap poin, Anda harus meng-kliknya! Maka hal ini sangat menguras paket internet Anda. Dijamin!!

Oleh karenanya, Anda harus memperhatikan angka pada judul website seperti ini. Jika website tersebut di-klik dan langsung menjabarkan semua poinnya dalam satu halaman, tak membuang waktu, tenaga dan kuota, maka itulah website profesional yang sesungguhnya.

5. Website “Auto Refresh”


Adalah website yang dalam beberapa menit akan otomatis me-reload atau refreshing kembali ke halaman yang sama. Pada awalnya, web design seperti ini dimaksudkan untuk menampilkan artikel terbaru yang baru saja selesai dibuat agar dapat langsung tayang.

Namun hal ini diikuti oleh website lainnya yang tak ada kepentingan dari maksud awalnya. Jelas sangat mengganggu pengunjung dan tidak penting bagi Anda, karena terkadang ketika Anda sedang asyik membaca artikel, secara tiba-tiba website auto-refresh kembali. Apalagi jika Anda sedang menulis komentar tentang artikelnya, maka komentar yang belum selesai Anda buat, hilang binasa!

Dengan cara auto refresh ini, maka semua konten, gambar dan banner yang ada di halamannya, akan Anda reload kembali, dan yang jelas menguras kuota paket internet Anda.

6. Website “Auto Forward”


Website dengan desain yang nyaris sama dengan website auto-refresh. Bedanya, pada website seperti ini auto-refresh yang dilakukan bukan tetap pada artikel yang sedang dibaca, namun artikel berubah ke artikel, yang biasanya, ke artikel selanjutnya.

Lagi-lagi ketika Anda sedang asyik membaca artikel, secara tiba-tiba website beralih ke artikel lainnya dan sangat tak nyaman karena apa yang diinginkan website tersebut belum tentu sesuai dengan keinginan Anda. Dan lagi-lagi jika Anda sedang menulis komentar tentang artikelnya, maka lagi-lagi akan hilang binasa!

Sama seperti cara auto refresh, maka website dengan auto forward ini, membuat semua konten, gambar dan banner yang ada dalam halaman itu akan Anda reload kembali dan yang jelas menguras kuota paket internet Anda.

7. Website dengan banyak Banner Iklan


Adalah website dengan keluhan paling tinggi akibat banyaknya banner-banner iklan, dan percayalah bahwa website jenis seperti inilah yang paling banyak dibenci pengunjung, karena paling menguras kuota paket internet Anda! Banyak website dari Indonesia memiliki web design seperti ini. Sangat tidak profesional.

Beberapa diantaranya menampilkan banner iklan yang banyak, bahkan menghalangi para pengunjungnya yang ingin membaca artikel di dalamnya. Seakan-akan website ini menyodorkan makanan kepada pengunjungnya yang tidak Anda suka, “Nih, lihat..!”

Beberapa lainnya menggunakan banner hanya sekelas GIF, namun ada yang menggunakan script flash media komplit dengan streaming video dan juga script audio-nya, dan sangat menguras kuota paket internet Anda.

Bahkan beberapa lainnya jika banner ditutup, masih nongol sebagian dan harus Anda klik lagi agar hilang sepenuhnya dari pandangan! Sangat memakan waktu, memakan tenaga dan pastinya memakan kuota paket internet Anda.

8. Website dengan “Pop-Up”


Adalah website yang jika dikunjungi atau salah satu judul artikel jika Anda klik, maka tanpa Anda inginkan akan terbuka jendela-jendela web atau halaman baru pada browser Anda. Dan jika dilihat, hanya sekedar iklan yang tak penting.

Kadang malah kita tak menyadari, bahwa ada halaman lain yang tak kita inginkan terbuka secara otomatis, dan sedang me-loading kontennya tanpa Anda tahu. Terkadang hanya halaman biasa, terkadang berikut flash player, bahkan terkadang video streaming plus audionya!

Dan ada pula yang tak hanya satu buah halaman otomatis terbuka, tapi dua atau tiga bahkan lebih. Cara halaman lain “nongol secara tidak sopan” tanpa Anda klik ini sering disebut “Pop-Up“.  Maka dipastikan kuota paket internet Anda dijamin pasti cepat “kering”.

9. Website “Paling Parah” (Kombinasi dari Semuanya)


Pada jenis website seperti ini tak ada nama yang cocok kecuali dijuluki “Website Paling Parah”, karena paling dibenci bahkan pengunjung langsung menutup halamannya. Maksudnya website paling tak disukai atau paling parah ini adalah gabungan dari beberapa jenis website design yang telah ada pada poin-poin diatas, namun saling berkontribusi alias digabung, haduuuh pusing!!

Bayangkan, ketika Anda mengunjungi sebuah website, Anda sudah disambut oleh banyak banner iklan tak penting, komplit dengan script flash player dan video streaming yang secara tidak sopan, menutupi halaman yang ingin Anda baca. Maka Anda harus menutupnya satu-persatu. Apakah begini cara “welcome” dari sebuah website untuk menghormati para pengunjung setianya?

Setelah dengan susah payah satu demi satu Anda berhasil menutup banner iklannya, terutama yang menghalangi ditengah halaman, maka Anda mulai memilih artikel apa yang paling menarik perhatian Anda. Kemudian Anda meng-klik-nya. Setelah di klik, ternyata hanya ke halaman kelas kategori, misal kategori trending topik, kategori artikel terbaru, atau kategori berdasarkan tag dari artikel tersebut. Maka setelah Anda cari dan ketemu, Anda harus meng-klik lagi untuk menuju artikel yang dimaksud.

Ketika Anda sudah berharap berada pada artikel yang dimaksud, ternyata hanya prolog artikel atau artikel yang hanya sepotong saja, maka Anda harus meg-klik lagi untuk mengetahui artikel seutuhnya. Setelah akhirnya dengan susah payah Anda sampai pada artikel yang dimaksud, tiba-tiba muncul halaman lain berupa iklan-iklan, atau tiba-tiba halaman auto refresh atau auto forward dengan sendirinya!

Bisakah secara sederhana Anda bayangkan, ada website yang memperlakukan pengunjungnya seperti itu? Semua itu pun terjadi dengan catatan: Belum dihitung oleh repotnya Anda mengklik berulang-ulang setiap banner yang selalu muncul dan muncul dan muncul dan menutupi pada setiap halamannya!

Jadi jangan heran jika kuota paket internet Anda, jadi kering terkuras habis! Paket internet Anda ternyata berkontribusi hanya untuk sesuatu yang bahkan mungkin menurut banyak pengunjung, sama sekali tak penting!

Mengapa Website Designer Berbuat Demikian?
Website dengan web design “penguras kuota paket internet” seperti poin-poin diatas sebenarnya memiliki tujuan. Namun, apa tujuan yang sebenarnya? Tujuan sebenarnya dari disain website seperti ini adalah untuk: Memaksimalkan jumlah klik para pengunjungnya!

Sejatinya, memang “nyawa” sebuah website komersial sangat tergantung kepada banyaknya jumlah pengunjung. Namun untuk apa cara yang seakan-akan merugikan pengunjung juga diterapkan? Berikut efek dan kerugiannya bagi semua pihak, termasuk website yang bersangkutan:

1. Untuk Meninggikan jumlah Click Counter atau Hit Counter
Di dalam dunia internet apalagi kelas media pemberitaan, jumlah pengunjung adalah segalanya! Karena dengan semakin banyaknya jumlah pengunjung yang tercatat dalam “Hit Counter” website terkait, maka akan terekam seakan-akan jumlah pengunjung sangat tinggi.

Dengan kunjungan yang “seakan-akan” sangat tinggi inilah, maka website yang bersangkutan dapat mempromosikan kepada para pengiklan untuk memasang banner mereka.

2. Mempromosikan jumlah Hit Counter yang didapat kepada Pemasang Iklan
Setelah rekaman Hit Counter sangat tinggi akibat cara curang, yaitu hanya satu pengunjung meng-klik berkali-kali, maka nilai komersial dari web itu kian naik.

“Lihat pak, website yang kita kelola memiliki kunjungan yang sangat banyak, sebulan sekitar sepuluh juta pengunjung!”. Maka pengiklan akan sangat tertarik untuk memasang banner iklannya di website tersebut, dan berharap banner iklannya akan anda klik atau Anda kunjungi.

3. Memakai Auto Script Agar Pemasang Iklan Puas
Sebagian web disigner menggunakan “trik kotor” dalam catatan rekornya, dan ini tak diketahui pihak pemasang iklan. Mereka menyisipkan script yang seakan-akan banner iklan dari si pemasang iklan benar-benar di klik oleh Anda, padahal tidak Anda buka.

Mereka menyisipkan script yang berguna untuk membuka banner iklan, secara otomatis seakan-akan banner iklannya Anda klik! Atau mau tak mau, jika Anda ingin membaca artikelnya, maka banner harus Anda klik terlebih dahulu.

Lalu record tersebut digunakan sebagai laporan, tercatat yang meng-klik banner atau iklan sangat tinggi. Inilah sisi komersial dengan cara kotor yang digunakan untuk menipu sang pengiklan.

Namun, jika anda adalah pihak yang tertarik untuk memasang iklan di website tersebut, kira-kira apa yang sebenarnya terjadi? Pastilah Anda kini telah mengetahuinya!

4. Menipu Pengunjung Setia
Website dengan jenis-jenis disain yang telah dibahas diatas itu tak hanya menipu pemasang iklan, tapi juga menipu dan menyusahkan pengunjungnya, menguras kuota dan pastinya, sangat tak nyaman.

Bayangkan jika hanya oleh “SATU pengunjung” saja, maka pengunjung tersebut harus mengklik berkali-kali. Atau hanya oleh “SATU orang dan hanya melihat SATU buah artikel saja”, maka orang itu pun, harus meng-klik berkali-kali. Bisa jadi hanya satu orang pengunjung dan hanya melihat satu artikel saja, maka di catatan pada Hit Counter seakan-akan pengunjungnya lebih dari satu orang.

Jelas ini adalah “trik” atau kasarnya “tipuan” kepada kedua belah pihak yang berkepentingan. Pihak pertama adalah para pengunjung. yang berdampak habisnya kuota paket internet mereka dan begitu juga kepada pihak ketiga, yaitu para pemasang iklan, yang tertarik oleh “klik palsu” yang seakan-akan terlihat sangat tinggi.


Coba, mari kita hitung, jika hanya satu pengunjung yang hanya ingin melihat satu artikel saja, tapi harus meng-klik minimal tiga kali. Maka jika ada seratus pengunjung, itu artinya dikalikan tiga, triple atau ada tiga ratus pengunjung, alias tiga kali lipat!

Bagaimana jika pengunjung sebenarnya ada 100.000 orang dan hanya melihat satu artikel saja? Maka akan tercatat dalam Hit Counter-nya sejumlah 300.000 kunjungan. Wah pasti website hebat toh?! Hebat juga dalam menguras kuota paket internet Anda! Untung bagi mereka, kerugian untuk Anda.

Bisa dipastikan, artikel seperti ini tak pernah mereka ekspos karena akan menjadi bumerang untuk mereka, padahal mereka tahu trik ini, dan mereka juga merasa tak nyaman ketika mengunjunginya. Untuk itulah maka kami bocorkan kepada Anda.

Logika yang baik dari sebagai seorang web designer seharusnya menganggap bahwa jika dirinya sendiri yang ingin mengunjungi websitenya sendiri, bagaimana agar tetap nyaman? Itulah yang harus mereka pikirkan dan itulah sejatinya seorang web designer.

Iklan atau banner tak harus menghalangi apalagi menindih tulisan artikel, dan banner tak harus banyak, cukup dua atau maksimal tiga banner, namun patoklah dengan harga yang tinggi, karena kenyamanan pelanggan (baca: pengunjung) lebih penting untuk kelangsungan hidup sebuah website, dibandingkan banyaknya banner dan “trik kasar”, namun pelanggan Anda pergi.

Namun dengan banyaknya pelanggan pergi, kadang web designer justru menggunakan trik-trik ini, agar pengunjung meng-klik dua atau tiga kali. Jika pelanggan tambah pergi, maka ditambahkanlah jumlah klik-nya menjadi tiga atau lima kali. Ya pengunjung malah tambah pergi.

Demikian tentang website “katrok”. Semoga menjadi pencerahan, dan menjelaskan kenapa kuota internet Anda lebih cepat habis ketika mengunjungi jenis website diatas, dibanding jika Anda mengunjungi website profesional. Artikel ini tak mungkin dibuat oleh mereka karena akan menjadi boomerang! Namun Anda dapat membagikannya kepada kerabat Anda, agar mereka juga mengetahuinya. 



Sumber:
IndoCropCircles.com


Minggu, 21 Februari 2016

Inilah Urutan Tanda-tanda Hingga Kiamat Besar






Segala pujian hanyalah bagi ALLAH Subhanahu wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Agung. Satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Tidak ada sekutu bagi ALLAH sang penguasa alam ghaib, DIA pemilik segala rahasia dan di Tangan ALLAH lah langit dan bumi. Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada insan utama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam pemimpin kaum mukmin.

Untuk memudahkan pembaca memahami penafsiran hadis-hadis dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam yang telah dan akan kita sampaikan disini, maka kami akan menyampaikan terlebih dahulu rangkaian peristiwa yang terjadi menurut hadis Rasul, yang terbagi menjadi 3 phase yaitu:

  • Phase 1 adalah tanda-tanda kecil yang sudah terjadi hingga Perang Dunia ke-3
  • Phase 2 adalah masa-masa emas Islam bersama Imam Mahdi dan Nabi Isa al Masih
  • Phase 3 adalah tanda-tanda besar hingga terjadinya kiamat

Semoga dengan penafsiran yang diambil dari pendapat orang-orang pandai di bawah* itu dapat kita jadikan sebagai renungan dan pelajaran, sudah seberapa banyakkah amalan dan ibadah yang kita kerjakan kepada ALLAH? Dan sudah siapkah diri kita apabila maut itu datang menjemput? Semoga ALLAH subhanahu wa ta’ala memberi taufik dan hidayah kepada kita semua. Aamin.

Phase I
Urutan peristiwa ini dihitung dari seluruh tanda-tanda kecil kiamat hingga terjadinya peperangan besar yaitu Perang Dunia 3 yang merupakan tanda awal datangnya Imam Mahdi dan pembaiatan beliau oleh seluruh umat muslim di dunia.

Saat ini kita berdiri di tahun 2006 (artikel ini dibuat tahun 2006), insya ALLAH yang akan kita dengar berita dunia selanjutnya adalah penyerangan Amerika dan sekutunya terhadap Syria, dengan dalih perang melawan terorisme internasional. Tujuan mereka selanjutnya yaitu menguasai Saudi Arabia, mungkin serangan Amerika ini hanya sebagai "bantuan" kepada seorang keluarga Kerajaan yang ingin berkuasa di Arab, kemudian mereka menyebut pemimpin baru ini sebagai “As Sufyani”.

Selanjutnya Amerika juga akan menyerang Iran yang diketahui mempunyai banyak nuklir. Turki yang berteman dengan Amerika akan mengambil alih Irak. Invasi Turki atas Irak ini akan menjadi dalih oleh Rusia untuk memasuki Turki. Pada saat Amerika berada di Iran, maka kaum Muslim Khurasan tentu akan melakukan perlawanan terhadap mereka. Pada saat yang bersamaan pula, Rusia menyerang Turki dan pangkalan militer Amerika disana. Dan serangan Rusia itu akan memancing dunia untuk terlibat dalam Perang Dunia ke-3.

Rusia-Perancis-Jerman-China-Korea akan berada pada blok WARSAWA, sedangkan Amerika-Inggris-Italy-Spanyol-Australia-Jepang-India berada pada blok NATO, sedangkan Arab yang dipimpin “As Sufyani” akan berpihak ke NATO. Pada perang ini masing-masing negara akan saling tembak dengan nuklir.

Phase II
Urutan peristiwa dihitung sejak terjadinya Perang Dunia 3 yang mana setelah perang ini maka Imam Mahdi akan datang.

Pada perang ini Rusia dan sekutunya akan kalah. PD3 ini hanya terjadi selama beberapa bulan saja, namun dunia akan penuh kehancuran. Setelah perang ini, masuklah musim haji dan Imam Mahdi akan bersama rombongan haji. Beberapa kejadian ajaib akan menandai kehadiran beliau yang akan diketahui oleh seluruh umat muslim dunia. Sesudah dibaiat, kemudian Imam Mahdi memimpin seluruh muslim untuk berperang menegakkan kalimat ALLAH selama 7 tahun.

Yellowstone Super Vulcano akan meledak pada zaman beliau, membakar 2/3 benua Amerika dan akan menghancurkan negara dajjal ini. Tidak ada lagi tempat dan pengikut buat Al Masih Dajjal kecuali ia harus keluar dari persembunyiannya di Amerika yang hancur lebur. Dajjal kemudian berkeliling dunia untuk menyebar kekafiran.

Setelah turunnya Nabi Isa Al Masih untuk membunuh Dajjal laknatullah, Imam Mahdi menyerahkan kepemimpinan Islam ke tangan Nabi Isa as. Dan dibawah komando Nabi Isa Al Masih, seluruh umat Yahudi di tanah Palestina akan dibunuhi. Eropa akan diserang dan Vatikan Italy akan dihancurkan karena Nabi Isa as akan mengambil naskah Injil ASLI dan Taurat ASLI di Vatikan ini. Injil dan Taurat ASLI itu akan disebarkan sebagai kitab-kitab suci Umat Islam. Kemudian Nabi Isa as akan memerintahkan untuk membunuhi umat Kristen (Nasrani) dan membunuhi babi, tidak ada pilihan bagi orang-orang kafir kecuali masuk Islam atau mati.

Phase III
Urutan peristiwa dihitung sejak wafatnya Imam Mahdi, kemudian Nabi Isa as akan berhaji dan setelah itu beliau juga wafat. Kemudian seluruh ulama mursyid dan mujtahid juga akan diwafatkan oleh ALLAH Subhanahu wa Ta’ala. Ilmu agama Islam akan benar-benar dicabut secara sempurna dan hilang dari muka bumi. Tinggallah yang hidup manusia yang terbagi dalam dua kelompok yaitu mukmin, dan munafik. Orang-orang mukmin akan tetap beribadah kepada ALLAH. Sedangkan orang-orang muslim munafik akan kembali menjadi kafir dan akan menjadi bertambah kejahilannya dengan berzina di pasar dan seperti hewan, meminum khamar, judi, berkelahi membunuh dan lain sebagainya.

Setelah puluhan tahun keadaan yang rusak begitu menjadi-jadi. Kemudian matahari terbit dari arah barat, maka berarti pintu tobat ditutup dan tidak ada lagi pengampunan dari ALLAH subhanahu wa ta’ala. Kemudian muncul makhluk (hewan) yang dapat berbicara, hewan ini akan memberi tanda kepada orang-orang Muslim dan kafir. Setelah ia menghilang, kemudian ALLAH menurunkan awan (asap) ke seluruh permukaan bumi yang akan mengakibatkan matinya seluruh manusia mukmin dan muslim.

Tinggallah di bumi manusia-manusia kafir yang akan hidup untuk beberapa puluh tahun lamanya. Mereka akan menghancurkan Ka’bah dan mesjid Nabi. Lalu ALLAH akan memberikan gempa-gempa ke seluruh bumi dan terakhir gempa di Arab yang kemudian disusul oleh keluarnya api dari negeri Yaman yang akan menghalau manusia berkumpul menuju Arafah. Lalu kehancuran alam semesta dimulai. Wallahu a’lam.

*Berdasarkan pendapat:
  1. Syaikh Nazim Al Haqqani
  2. Amin Muhammad Jamaluddin
  3. Muhammad Isa Dawud
  4. Nostradamus


Sumber:
https://mikyad.wordpress.com


Jumat, 19 Februari 2016

7 Cara Mudah Memaafkan Orang Lain






Kita sebagai makhluk sosial yang bergaul di tengah masyarakat, tentu saja dalam kehidupan kita sehari-hari terkadang kita mendapatkan perlakuan yang tidak baik atau tidak semestinya dari teman, tetangga, bahkan saudara atau siapa saja yang kita jumpai dalam kehidupan keseharian kita. Sikap-sikap tersebut, tidak jarang menimbulkan kerugian bagi kita; nama baik kita tercemar, kehilangan harta, dijauhi oleh masyarakat, dsb yang membuat kita marah, stres dan kecewa, sehingga kita ingin membalas semua perbuatan orang-orang tersebut dan sulit untuk memaafkan.

Lalu bagaimana caranya agar kita mudah memaafkan orang lain, dan melapangkan dada kita dari sikap-sikap manusia yang telah berbuat zalim kepada kita?

Agama kita sangat mengajurkan untuk memaafkan orang lain. Di antara bukti anjuran itu adalah Allah janjikan surga yang luasnya seluas langit dan bumi untuk orang yang memaafkan. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134)

Namun pada praktiknya, bersabar dan memaafkan kesalahan orang lain ini bukanlah perkara yang mudah. Bagi kita bersabar atas musibah samawiyah seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus, rasa sakit pada badan yang kita derita, dll, relatif lebih mudah dibandingkan bersabar atas musibah yang ditimbulkan oleh orang lain (manusia). 

Berikut 7 cara mudah memberi maaf kepada orang lain walaupun orang tersebut tidak meminta maaf.

Pertama: 
Sikap yang pertama adalah kita meyakini bahwa perbuatan orang kepada kita tersebut adalah bagian dari takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Dia tetapkan untuk kita. Allah-lah yang menciptakan perbuatan para hamba, sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shaffat: 96)

Oleh karena itu, kita pandang perbuatan yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh orang-orang kepada kita adalah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Dan sebagai hamba Allah, kita menerima dan beriman kepada takdir yang Allah tetapkan. Kita taruh dalam benak kita bahwa orang-orang yang menyakiti kita ini adalah sebagai alat atau perantara takdir Allah itu terjadi pada kita. Sehingga kita paham bahwa Allah-lah yang pada hakikatnya menimpakan musibah kepada kita melalui orang yang berbuat aniaya kepada kita. Tujuannya tidak lain agar kita bisa lebih dekat dengan Allah.

Kedua: 
Ingatlah bahwa kita banyak melakukan perbuatan dosa. Dan musibah ini terjadi juga karena disebabkan dosa-dosa kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan orang-orang tersebut berbuat aniaya kepada kita karena perbuatan dosa yang kita lakukan.

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Oleh karena dosa-dosa yang kita lakukan, maka wajar ada orang yang berbuat aniaya kepada kita. Allah menakdirkan hal tersebut sebagai pengingat bagi kita yang banyak melakukan dosa atau juga sebagai balasan karena kita pernah berbuat aniaya kepada orang lain. Tujuannya supaya kita menyadari kesalahan kita di masa lalu, introspeksi diri kemudian bersegera memohon ampun kepada Allah.

Ketiga:
Tanamkan pada diri kita bahwa bersabar dan memaafkan mendatangkan pahala yang sangat besar.

Di antara pahala tersebut adalah Allah katakan: 

Orang yang sabar itu bersama Allah.

Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

“Maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syura: 40)

Inilah beberapa ayat yang menjanjikan pahala yang begitu luas bagi orang-orang yang memaafkan.

Keempat:
Hendaklah kita tanamkan di jiwa kita sebuah prinsip bahwa balasan itu tergantung bentuk perbuatannya.

Ketika kita sadar bahwa kita adalah orang yang banyak berbuat dosa kepada Allah Ta’ala, baik disebabkan oleh hati kita, lisan kita, atau anggota badan kita, baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari, maka tentunya kita akan amat sangat butuh ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan kita memberikan maaf kepada orang-orang yang telah bersalah kepada kita, orang-orang yang bersikap buruk kepada kita, dengan amalan ini kita berharap Allah pun mengampuni kita atas perbuatan dosa kita dan aniaya kita terhadap diri sendiri.

Kita berharap, ketika kita mudah memaafkan orang lain, mudah-mudahan Allah pun akan mudah memaafkan segala kesalahan kita. Inilah buah dari prinsip “balasan itu tergantung jenis atau bentuk amalan yang dilakukan”.

Kelima:
Tidak membalas perbuatan aniaya orang lain kepada kita adalah sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita semua yakin tidak ada orang yang lebih mulia dan tidak ada orang yang lebih agung harga dirinya, lebih terhormat, daripada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersamaan dengan itu, tidak pernah satu kali pun beliau membalas penganiyaan orang lain terhadap dirinya. Kita yang kehormatan dan harga diri jauh dibandingkan dengan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pantas lagi untuk memaafkan orang-orang yang berbuat tidak baik kepada kita.

Inilah poin dari memaafkan adalah bagian dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membalas adalah bukan bagian dari sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau senantiasa memaafkan dan tidak pernah membalasnya sekalipun.

Keenam:
Jika kita mampu untuk mengendalikan diri kita untuk tidak membalas, perbuatan ini adalah sebuah kebaikan yang besar.

Apabila kita mampu menguasai diri kita untuk tidak membalas orang-orang yang berbuat aniaya kepada kita meskipun kita mampu melakukannya, maka untuk mengendalikan diri kita pada perkara-perkara yang lainnya akan menjadi lebih mudah. Jadi kebaikan ini akan melahirkan kebaikan-kebaikan yang lainnya. Demikianlah sunatullahnya, kebaikan akan membuahkan kebaikan yang lain.

Ketujuh:
Kita harus ingat, bahwa perbuatan aniaya itu akan menyeret kita melakukan perbuatan aniaya kepada orang yang menganiaya kita, karena sulit seseorang untuk membalas suatu perbuatan dengan balasan yang pas. Hampir semua orang yang membalas, mereka akan membalas dengan perbuatan aniaya yang lebih. Sehingga yang sebelumnya dia adalah orang yang dizalimi, dengan membalas balasan yang lebih, keadaan pun berganti, dia menjadi orang yang zalim. Ini adalah kerugian yang sangat besar.

Cukuplah kekhawatiran nanti kita menjadi orang yang zalim, menjadi pencegah kita untuk membalas kezaliman orang lain terhadap kita. Biarlah kita menempati posisi yang dizalimi kemudian bersabar sehingga kita nantinya meraih kebaikan-kebaikan yang amat sangat banyak.

Mudah-mudahan ketujuh sikap ini sangat membantu kita agar kita mudah memaafkan kesalahan orang yang telah berbuat aniaya kepada kita, yang telah berbuat jahat kepada kita, demi meraih ganjaran yang lebih besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan surga Allah melalui modal mudah memaafkan siapa saja yang yang telah menyakiti kita. Aamin yaa rabbal 'alamin.



Sumber:
https://khotbahjumat.com


6 Tempat Cozy Membaca Buku






Berikut adalah enam tempat yang nyaman untuk membaca buku.


1. Di Tempat tidur


Pagi atau malam, salah satu tempat terbaik untuk membaca adalah di tempat tidur Anda. Disitu Anda akan merasa santai dan itu sangat nyaman. Tumpuklah bantal-bantal Anda, masuklah kedalam selimut dan dapatkan kenyamanan membaca yang luar biasa.


2. Di Taman


Selain tempat untuk berjalan-jalan dan merilekskan pikiran, taman adalah tempat cozy berikutnya untuk membaca. Suasananya yang tenang, udaranya yang sejuk, pemandangan yang indah dengan bunga-bunga yang cantik, sangat sempurna bagi Anda untuk membaca buku kesukaan. 


3. Di Perpustakaan


Membaca di perpustakaan cukup tenang dan biasanya ada tempat khusus untuk menetap (membaca) di dekat rak-rak buku. Beberapa perpus umum memiliki sudut dengan tempat duduk/sofa untuk membaca. Cari sendiri tempat yang cozy menurut Anda.


4. Di Sofa


Seperti di tempat tidur, sofa adalah tempat yang cocok dan nyaman untuk duduk/beristirahat dan membaca buku. Sandaran lengan sofa akan menjadi bantal besar bagi Anda.


5. Di Tenda


Entah di kamar atau di luar rumah saat berkemah, tenda adalah tempat membaca yang nyaman karena Anda akan merasa memasuki dunia buku yang Anda baca tanpa ada gangguan dari apapun dan siapapun, dengan suasana yang jauh berbeda dari tempat-tempat lainnya.


6. Di Cafe


Membaca di cafe sangat menyenangkan karena atmosfer yang begitu berbeda. Tidak hanya bisa menikmati buku yang Anda baca, tetapi Anda juga dapat menikmati secangkir kopi hangat favorit Anda.



Kamis, 11 Februari 2016

Kucing Sebelum dan Sesudah Diselamatkan






































































5 Manfaat Menyeduh Teh Hijau dengan Madu






Teh hijau kini menjadi minuman populer di dunia, bahkan mengalahkan kopi dan teh biasa. Banyak juga perusahaan yang mulai memproduksi teh hijau, sebagai dagangannya dan juga dengan beragam tambahan rasa yang disesuaikan.

Ada yang ditambah lemon, gula, madu, susu hingga perasa lainnya. Lalu apakah itu ada pengaruhnya terhadap manfaat teh hijau itu sendiri? Seperti diketahui, teh hijau sangat tidak dianjurkan untuk dikonsumsi dengan gula, namun ada pemanis lainnya yang bisa digunakan, yaitu madu.

Madu dan teh hijau merupakan perpaduan serasi dan cocok, selain itu manfaat keduanya sangat dahsyat, seperti apakah? Simak lima manfaat teh hijau dan madu yang dikutip dari Boldsky.

1. Meningkatkan fungsi otak

Teh hijau mengandung kafein yang bisa meningkatkan kemampuan otak. Ditambah dengan madu yang mengandung vitamin, akan lebih meningkatkan kinerja otak. Sehingga memori otak akan meningkat dan akan lebih fokus dalam melakukan pekerjaan atau belajar.

2. Membakar lemak

Dengan mengonsumsi secara teratur teh hijau dan madu, akan membantu tubuh dalam membakar lemak secara alami. Teh hijau akan meningkatkan metabolisme, sementara madu akan mengurangi kalori. Kombinasi ini akan membakar lemak sekitar 17%.

3. Mencegah kanker
Antioksidan di kedua bahan ini sangat ampuh untuk menangkal segala jenis penyakit, serta kemungkinan kanker. Seperti kita ketahui, anti oksidan merupakan penjaga tubuh dari radikal bebas yang dapat menyebabkan mutasi sel, dan berakibat kanker.

4. Meningkatkan kesehatan gigi

Catechin dalam teh hijau mampu meningkatkan kesehatan gigi, dengan mengurangi bakteri dalam mulut penyebab plak. Demkian juga dengan madu, yang mempunyai anti bakteri yang baik.

5. Menguatkan tulang
Osteoporosis merupakan yang paling ditakuti ketika usia kita bertambah. Karena kesehatan tulang kita akan berkurang. Dengan mengonsumsi teh hijau dengan madu, maka akan meningkatkan produksi sel-sel yang akan memperkuat tulang, terutama bagi kaum wanita.



Sumber:
saung99


Cerpen Terjemahan Horor "The Signal-Man"





“Hei, yang di bawah sana!”

Ketika dia mendengar sebuah suara memanggilnya, dia sedang berdiri di ambang pintu pos jaga sambil memegang bendera yang masih tergulung. Kupikir dia pasti dapat menebak dari arah mana suara tersebut berasal, tapi bukannya melihat ke atas, dia malah celingak-celinguk dan memandang ke ujung rel kereta. Caranya mencari asal suara kelihatan aneh, tapi aku sendiri tidak terlalu tahu kenapa. Yang pasti kelakuannya menarik perhatianku, walaupun dari tempatku berdiri dia kelihatan kecil dan hitam karena tertutup bayangan. Aku berdiri jauh di atasnya dengan dibanjiri sinar matahari yang menyilaukan sampai membuatku harus melindungi mata dengan tangan agar dapat melihat dengan jelas.

“Hei, yang di bawah!”

Dia mengalihkan pandangan dari rel kereta dan melihat kesana-kemari, lalu akhirnya dia mendongak dan melihatku berdiri di atasnya.

“Apa ada jalan agar aku dapat turun dan berbicara denganmu?”

Dia hanya menatapku tanpa menjawab, dan aku pun hanya memandangnya tanpa memaksanya menjawab dengan mengulangi pertanyaanku yang remeh. Kemudian samar-samar terasa getaran di tanah dan udara, lalu berubah menjadi getaran kuat, dan dorongan yang sangat keras seolah mempunyai kekuatan untuk menarikku ke bawah. Aku pun terjatuh di tanah. Ketika asap dari kereta telah menghilang dan berbaur di udara, aku mengintip ke bawah lagi dan melihat dia menggulung bendera yang dikibarkannya ketika kereta lewat tadi.

Aku ulangi pertanyaanku. Dia menatapku lekat-lekat, dan setelah jeda sebentar, dia menunjuk dengan benderanya ke sebuah titik yang berada sekitar dua atau tiga ratus meter dari tempatku berdiri. Aku berteriak padanya, “Baiklah, terima kasih!” lalu berjalan ke arah yang ditunjuknya. Setelah melihat ke sekeliling, aku menemukan jalan turun yang berliku-liku.

Jalan tersebut sangat licin karena dibuat dari bebatuan yang lembab. Semakin aku berjalan turun, semakin berlumpur dan basah jalannya. Aku berjalan dengan sangat perlahan dan hati-hati, sehingga membuatku kembali terpikir dengan sikapnya yang ragu-ragu dan kelihatan terpaksa saat dia menunjukkanku jalan ini.

Ketika aku sudah hampir sampai di bawah, aku melihatnya berdiri di tengah rel yang tadinya dilewati kereta. Sikapnya menunjukkan seolah dia sedang menunggu kedatanganku. Tangan kirinya memegang dagu, dan sikunya beristirahat di atas tangan kanannya yang menyilang di depan dada. Sikapnya yang penuh harap dan perhatian membuatku menghentikan langkah dan terheran-heran.

Aku lanjutkan berjalan turun. Saat kakiku sampai di dasar, aku berjalan mendekatinya. Dia adalah seorang pria dengan kulit hitam pucat, janggut hitam, dan alis yang sangat tebal. Pos jaganya merupakan tempat terpencil dan tersuram yang pernah kulihat. Di setiap sisinya ada dinding batu kasar, dan tidak ada lagi pemandangan yang mengelilingi pos jaganya selain garis-garis langit. Jika kita memandang lebih jauh, yang terlihat hanyalah penjara raksasa yang panjang. Jika dilihat sepintas ke arah lain, yang di ujungnya terlihat cahaya merah suram, kita dapat melihat jalan masuk ke dalam terowongan raksasa yang gelap dengan suasana sedih dan mencekam menggantung di udara. Hanya sedikit cahaya matahari yang dapat menembus masuk ke lubang ini, sehingga membuat udaranya berbau tanah dan kematian. Banyak angin dingin yang berhembus dari dalam sehingga membuat bulu romaku berdiri dan merasa seolah aku telah meninggalkan dunia asalku.

Kini aku sudah cukup dekat sampai bisa bersentuhan dengannya. Sambil masih menatapku lekat-lekat, dia mundur selangkah dan menaikkan tangannya untuk memberi tanda padaku agar jangan melangkah lebih dekat.

Pos jaganya sangat sepi, batinku, dan karena itulah pandanganku terpaku saat aku melihatnya dari atas sana. Kurasa kedatangan tamu adalah hal yang langka di sini, tapi bukan berarti dia harus bersikap kurang sopan pada tamu langkanya, ‘kan? Dia hanya memandang diriku sebagai seseorang yang telah terkurung seumur hidupnya, dan ketika dibebaskan, timbul ketertarikan yang luar biasa untuk mengagumi tempat ini. Karena itulah aku bermaksud berbicara dengannya, tapi aku masih tidak yakin dengan apa yang harus kubicarakan dengannya, di samping karena aku tidak terlalu suka mengawali pembicaraan, ada sesuatu dalam diri pria ini yang menakutkanku.

Dia memandang lampu merah yang berada di dekat mulut terowongan dengan cara yang paling aneh. Setelah memeriksa sekelilingnya dengan saksama, seolah ada sesuatu yang salah dengan lampu itu, dia pun memandangku.

“Lampu itu masih bagian dari peralatanmu, ‘kan?”

Dia menjawab dengan pelan, “Kau tidak tahu ya?”

Sembari aku membaca dengan teliti makna tatapan mata dan wajahnya yang suram, sebuah pikiran mengerikan menghampiri benakku; orang ini bukanlah manusia, tapi arwah.

Kini giliran aku yang melangkah mundur. Tapi sekilas aku melihat di matanya ada ketakutan terpendam padaku. Hal ini melenyapkan pikiran burukku.

“Kau melihatku,” ucapku dengan memaksakan senyuman, “seolah kau sangat ketakutan padaku.”

“Aku hanya penasaran,” jawabnya, “apakah aku pernah bertemu denganmu sebelumnya.”

“Di mana?”

Dia menunjuk lampu merah yang tadi diperhatikannya.

“Di sana?” tanyaku dengan heran.

Sambil memperhatikanku lekat-lekat, dia menjawab (tapi hampir tanpa suara), “Ya.”

“Teman baikku, memangnya apa yang kulakukan di sana? Lagipula aku tidak pernah ke sana, sumpah.”

“Kurasa aku pernah,” sanggahnya. “Ya, kurasa aku memang pernah bertemu denganmu.”

Sikapnya kemudian menjadi lebih sopan sepertiku. Dia menjawab semua ucapanku dengan sigap dan kata-kata yang dipilih dengan baik. Apa dia sibuk di sana? Ya. Itu pasti, dia mengemban tanggung jawab yang cukup besar, tapi pekerjaan yang sebenarnya lebih menuntut ketepatan dan ketelitian darinya. Tidak ada pekerjaan lain yang lebih melelahkan daripada ini. Yang ada dalam kepalanya hanyalah mengganti sinyal, memosisikan lampu, dan memutar gagang besi untuk mengubah jalur kereta. Menurutnya dia sudah terbiasa menghabiskan jam kerjanya yang panjang dalam kesendirian, dan semua itu sudah membentuk menjadi sebuah rutinitas dalam kehidupannya. Dia bahkan belajar bahasa asing di sini—jika saja mengetahui sepintas lalu, dan membuat-buat sendiri pengucapannya dapat dikatakan sebagai belajar. Dia juga belajar pembagian, hitungan desimal, dan sedikit aljabar. Tapi semenjak kecil nasibnya sudah memprihatinkan. Apa dia memang perlu untuk selalu berada di terowongan lembab tersebut selama menjalankan tugas, dan apakah dia tidak boleh memanjat dinding batu yang menjulang tinggi di sana untuk menikmati cahaya mentari? Tentu saja boleh, tapi itu tergantung waktu dan kondisi. Dalam situasi tertentu, tidak ada banyak pekerjaan yang dapat dilakukannya di atas rel, dan kesempatan itu biasanya dapat muncul di jam-jam tertentu di siang dan malam hari. Jika cuaca sedang cerah, dia terkadang mendaki ke atas, keluar dari kegelapan di bawah. Namun bukan berarti dia dapat sepenuhnya bersantai, karena dia wajib menjawab semua panggilan yang datang dari lonceng listriknya, dan terkadang dia menunggu loncengnya berdering dengan sangat was-was. Jadi, walaupun dia memiliki kesempatan untuk bersantai, dia tidak dapat sepenuhnya lega.

Dia membawaku masuk ke dalam posnya yang memiliki perapian, meja yang di atasnya terdapat sebuah buku untuk menulis catatan, alat telegraf dengan tombol, layar, jarum, dan lonceng kecil yang tadi telah disebutkannya. Aku berkomentar bahwa dia adalah orang yang berpendidikan (kuharap caraku mengatakannya tidak membuatnya tersinggung), bahkan mungkin terlalu berpendidikan untuk bekerja sebagai penjaga rel kereta api, dan kepandaiannya ini sulit ditemukan di antara orang-orang yang pekerjaannya hanya mengandalkan fisik. Dia setuju denganku. Menurutnya tidak ada orang yang seperti dirinya di antara para buruh, polisi, dan bahkan yang paling mencolok, tentara. Begitu juga di antara staff kereta api lainnya. Katanya, ketika dia masih muda, dia pernah menjadi mahasiswa filosofi alam dan menghadiri perkuliahan (tapi aku tidak begitu percaya dengan ini), namun dia bertindak liar, menyia-nyiakan kesempatan yang dimilikinya, dan terperosok jatuh tanpa sanggup berdiri lagi. Dia tidak ingin mengeluh tentang itu. Dia telah menuai apa yang ditanamnya. Sudah terlambat baginya untuk menanam benih lain.

Yang dapat kulakukan hanyalah mendengarkan kisahnya dengan penuh perhatian. Selagi bercerita, tatapannya yang serius terbagi antara aku dan perapian. Dia mengucapkan kata, “Sir,’ dari waktu ke waktu, khususnya ketika dia berkisah tentang masa mudanya—seolah dia ingin agar aku mengerti bahwa dia dulu sama sekali tidak seperti apa yang kulihat sekarang. Beberapa kali kisahnya disela oleh deringan lonceng yang membawa pesan untuk diartikannya, dan dijawab segera. Sekali waktu dia harus berdiri di ambang pintu, mengibarkan bendera ketika kereta melintas, dan melakukan komunikasi verbal dengan sang masinis. Ketika sedang bekerja, aku perhatikan dia sungguh teliti dan waspada. Jika sedang di tengah kalimat, dia menyelesaikan kalimatnya terlebih dahulu, lalu diam tak bergeming sampai apa yang sedang dikerjakannya selesai.

Singkatnya, dia adalah orang yang sangat cocok untuk menjalankan pekerjaan seperti ini, tapi sudah dua kali dia berbicara padaku dengan wajah pusat pasi, menoleh ke lonceng kecil ketika TIDAK sedang berdering, membuka pintu pos (yang ditutup rapat untuk mencegah udara lembab masuk kemari), lalu melihat lampu merah yang berada di mulut terowongan. Pada kedua kejadian tersebut, dia selalu kembali duduk di samping perapian yang letaknya jauh dari tempat dudukku dengan ekspresi wajah yang sulit dijelaskan.

Ketika aku berdiri dan hendak meninggalkannya, aku berkata, “Kau membuatku merasa seperti telah bertemu dengan orang yang bahagia.”

(Harus kuakui bahwa aku mengucapkannya untuk sekedar menyenangkan hatinya.)

“Ya, dulunya aku memang begitu,” ucapnya setelah dia tersadar kembali, namun suaranya masih sangat pelan seperti saat pertama kami bertemu, “tapi sekarang ada banyak hal yang merisaukanku, sir.”

Kalau dia bisa, dia pasti sudah mengatakan apa itu yang membuatnya risau. Namun karena sudah terlanjur tidak dikatakan, aku harus cepat balik bertanya padanya.

“Apa yang membuatmu risau?”

“Sulit untuk dijelaskan, sir. Amat sangat sulit untuk dikatakan. Jika kau mengunjungiku lagi di kemudian hari, maka saat itu akan kukatakan padamu.”

“Tapi aku memang berniat untuk mengunjungimu lagi. Kira-kira kapan?”

“Jam kerjaku selesai di pagi hari, dan mulai kembali bekerja jam sepuluh esok malam, sir.”

“Kalau begitu aku akan datang jam sebelas.”

Dia berterima kasih padaku dan menemaniku sampai ke pintu. “Akan kuterangi jalanmu, sir,” ujarnya dengan suara pelan yang aneh, “sampai kau menemukan jalan ke atas. Ketika sudah ketemu, jangan berteriak memanggilku! Dan kalau kau sudah sampai di atas, jangan teriak juga!”

Sikapnya membuatku merasa tempat ini menjadi lebih mencekam daripada sebelumnya, tapi yang bisa kuucapkan hanya, “Baiklah.”

“Dan kalau kau ingin turun besok malam, jangan berteriak memanggilku! Ada yang ingin kutanyakan sebelum kau pergi. Kenapa kau tadi berteriak, ‘Hei, yang di bawah sana!’?”

“Entahlah,” ujarku. “Sepertinya aku juga meneriakkan sesuatu yang lain—“

“Tidak ada kata lain, sir. Hanya itulah kata-kata yang kau teriakkan. Aku masih ingat dengan jelas.”

“Kuakui memang hanya itu saja yang kukatakan. Aku mengucapkannya karena aku melihatmu di bawah.”

“Tidak ada alasan lain?”

“Alasan lain seperti apa?”

“Kau tidak merasa bahwa kata-kata itu kau lontarkan dengan cara supranatural?”

“Tidak.”

Dia mengucapkan selamat malam padaku dan menaikkan senternya. Aku berjalan menelusuri rel (dengan perasaan tidak nyaman karena membayangkan ada kereta yang datang dari belakangku) sampai aku menemukan jalan semula. Ternyata lebih mudah mendaki daripada menuruni. Akhirnya aku pulang ke penginapan dan sampai dengan selamat.

Dengan bersikap tepat waktu, aku sudah menapakkan kaki di atas jalan menurun yang berliku-liku saat jam di tanganku menunjukkan hampir pukul sebelas. Dia sedang menungguku di bawah dengan senter di tangannya. “Aku belum memanggilmu,” ucapku ketika kami sudah dekat; “Boleh aku bicara sekarang?” “Silahkan, sir.” “Kalau begitu, selamat malam, dan ini tanganku.” “Selamat malam, sir, dan ini tanganku.” Setelah itu kami berjalan berdampingan ke posnya, masuk, menutup pintu, lalu duduk di dekat perapian.

“Aku sudah memutuskan, sir,” ujarnya dengan membungkukkan badan ke arahku saat kami baru duduk, dan dia berbicara dengan nada yang sedikit lebih keras daripada bisikan, “bahwa aku harus mengatakan apa yang membuatku resah sekarang juga. Kemarin malam aku mengira kau seseorang yang kukenal. Itulah yang meresahkanku.”

“Salah orang?”

“Orang lain.”

“Siapa?”

“Entahlah.”

“Mirip denganku?”

“Aku tidak tahu. Aku tidak pernah melihat wajahnya. Tangan kirinya menutup mata, dan tangan kanannya melambai dengan kencang. Seperti ini.”

Kulihat dia menirukannya, dan itu tampak seperti orang yang menggunakan gerakan tangan ketika sedang berbicara dengan sangat berapi-api, “Ya Tuhan, minggir!”

“Suatu malam, ketika rembulan bersinar,” ucapnya, “aku sedang duduk di sini, lalu mendengar sebuah teriakan, ‘Hei! Yang di bawah sana!’ Aku pun bangkit dengan terkejut, menengok dari pintu, dan melihat Orang Lain ini sedang berdiri di samping lampu merah dekat terowongan dan melambai seperti yang kutirukan tadi. Suaranya parau karena berteriak kencang, dan dia terus berteriak, ‘Awas! Awas!’ kemudian, ‘Hei! Yang di bawah sana! Awas!’ Aku raih senterku, menyalakan lampu merahnya, dan berlari ke arahnya sambil memanggil, ‘Ada apa? Apa yang terjadi? Di mana?’ Dia tetap berdiri di luar kegelapan terowongan. Aku berlari sampai sangat dekat dengannya dan melihat dia menutup mata dengan lengannya. Aku mendekat dan saat aku hendak menyingkirkan lengannya, dia menghilang.”

“Ke dalam terowongan?” tanyaku.

“Tidak. Aku terus berlari ke dalam terowongan sampai lima ratus yard. Aku berhenti, dan menaikkan senterku setinggi kepala, dan melihat sosoknya telah berada di kejauhan, lalu aku melihat ada rembesan air menetes dari langit-langit terowongan. Aku pun berlari lagi dengan sangat kencang (karena aku ketakutan setengah mati dengan tempat itu), dan aku memeriksa sekitar lampu merah dengan lampu merahku, lalu memanjat tangga besi ke bagian atas, kemudian turun kembali, dan berlari pulang kemari. Aku mengirim telegram ke kedua jalur, ‘Aku menerima tanda peringatan. Apa ada masalah?’ Jawaban pun datang dari kedua jalur, ‘Semua baik-baik saja.’”

Sambil berusaha keras melawan sensasi dingin yang merasuk sampai ke tulang sum-sumku, aku katakan padanya bahwa sosok orang itu pasti hanyalah halusinasi dari indera penglihatannya; dan bahwa sosok itu hanyalah hasil dari sebuah penyakit saraf yang merusak fungsi mata, dan telah ditemukan di beberapa pasien yang beberapanya sadar dengan penyakitnya itu dan telah membuktikannya dengan melakukan percobaan dengan diri mereka sendiri. “Sedangkan tentang halusinasi teriakan,” jelasku, “coba dengarkan suara angin di bukit aneh ini barang sebentar, mungkin itu hanyalah suara aingin yang membentur kabel telegraf.”

Tidak ada yang salah dengan angin di sana, balasnya, setelah kami duduk diam sambil mendengarkan suara angin sebentar, dan kalaupun itu suara angin atau kabel, dia pasti sudah tahu sebelumnya karena dia sudah sering menghabiskan malam-malam di musim dingin di sini sendirian dan berjaga dengan hening. Selanjutnya dia berkata bahwa ceritanya belum selesai.

Aku minta maaf padanya, dan dia perlahan menambahkan kata-kata ini sambil menyentuh tanganku—

“Enam jam setelah Penampakan itu muncul, terjadi sebuah kecelakaan besar di jalur ini, dan empat jam kemudian mayat-mayat dan orang-orang yang terluka dilarikan dari dalam terowongan tepat di mana sosok tadi berdiri.”

Kengerian merayap ke seluruh tubuhku, tapi aku berusaha keras menahannya. Aku tidak membantahnya tapi hanya mengatakan bahwa itu semua hanyalah sebuah kebetulan besar yang telah diperhitungkan dengan cermat untuk mempengaruhi pikirannya. Tapi memang tidak bisa disangkal bahwa kebetulan besar itu bisa terjadi terus-menerus, dan harus dipertimbangkan saat ingin memahami hal seperti itu. Walaupun dengan jelas kuakui, tambahku (karena aku merasa dia akan membantahku), orang biasanya tidak akan mempertimbangkan kebetulan jika menyangkut nyawa manusia.

Lag-lagi dia berkata bahwa kisahnya belum selesai.

Lagi-lagi aku meminta maaf karena menyela ceritanya.

“Kejadian ini,” lanjutnya, dan kembali menyentuh lenganku, dan memberikanku tatapan kosong, “terjadi setahun yang lalu. Enam atau tujuh bulan pun berlalu, dan aku telah pulih dari keterkejutan dan shock yang menimpaku. Lalu suatu pagi, saat hari menjelang fajar, aku berdiri di ambang pintu, melihat ke arah lampu merah, dan melihat hantu itu lagi.” Dia berhenti dengan tatapan tertuju padaku.

“Apa dia berteriak?”

“Tidak. Dia diam saja.”

“Apa dia melambaikan tangannya?”

“Tidak. Dia sedang bersandar di tiang lampu merah, dengan kedua tangan menutupi wajah. Seperti ini.”

Sekali aku menyaksikan dia menirukannya. Itu adalah sikap seperti orang yang sedang berkabung. Aku pernah melihat sikap seperti itu pada patung batu di pemakaman.

“Apa kau mendekatinya?”

“Aku masuk dan duduk di posku, sebagian karena aku ingin berpikir, dan sebagian lagi karena kejadian itu membuatku ingin pingsan. Ketika aku keluar pintu lagi, hari sudah siang, dan hantu itu telah pergi.”

“Tapi tidak terjadi apa-apa setelahnya?”

Dia menyentuh lenganku dengan telunjuk dua atau tiga kali sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Di hari itu juga, saat sebuah kereta keluar dari dalam terowongan, aku melihat di jendela kereta tampak ada bayangan seperti kepala dan tangan yang melambai. Aku segera memberikan sinyal kepada masinis untuk berhenti. Dia pun berhenti dan memasang rem, tapi keretanya telah melewati pos sejauh sekitar seratus lima puluh yard atau lebih. Aku berlari mengejarnya, dan saat aku sedang berlari, aku mendengar teriakan histeris. Seorang wanita muda tewas secara mendadak di sebuah gerbong. Jasadnya dibawa kemari dan dibaringkan di atas lantai tepat di antara tempat duduk kita.

Aku langsung terkejut dan mendorong mundur kursiku saat aku melihat ke lantai yang ditunjuknya.

“Benar, sir. Benar. Tepat di sini.”

Aku tidak tahu harus berkata apa, dan mulutku terasa sangat kering. Suara angin dan kabel terdengar seperti tangisan yang meraung-raung sehingga menambahkan kengerian kisahnya.

Dia lanjut bercerita. “Sekarang, sir, dengarkan ini baik-baik dan bayangkan betapa hatiku dibuatnya resah. Hantu itu muncul kembali seminggu yang lalu. Sejak saat itu, hantu itu tetap di sana, kadang-kadang muncul lalu menghilang.”

“Di dekap lampu sana?”

“Ya, di lampu Tanda Bahaya sana.”

“Apa yang dilakukannya?”

Dia menirukan ulang gerakan melambaikan tangan “Ya Tuhan, minggir!” tadi dengan lebih keras.

Kemudian dia melanjutkan. “Aku tidak tenang dibuatnya. Dia terus memanggilku dengan sikap seperti itu, ‘Yang di bawah sana! Awas! Awas!’ Dia berdiri dan melambai padaku. Dia bahkan membunyikan lonceng kecilku—“

Aku segera bertanya, “Apa dia membunyikan lonceng-mu kemarin malam ketika aku di sini makanya kau keluar pintu?”

“Dua kali.”

“Nah, lihat sendiri ‘kan,” ucapku, “kau hanya berimajinasi. Mataku saat itu tertuju pada lonceng, dan telingaku siap siaga, dan jika aku masih berakal sehat, lonceng-mu TIDAK berdering saat itu. Tidak juga di saat lain, kecuali ketika lonceng-mu berdering saat stasiun ingin berkomunikasi denganmu.”

Dia menggeleng. “Aku belum pernah membuat kesalahan seperti itu, sir. Aku tidak pernah salah membedakan deringan dari manusia dengan hantu itu. Deringan dari hantu itu membuat lonceng bergetar dengan cara yang aneh sehingga aku tidak mungkin salah membedakannya, lagipula aku lupa bilang kalau lonceng itu terlihat bergerak di mataku. Aku tidak terkejut kalau kau tidak dapat mendengarnya. Tapi aku dapat mendengarnya.”

“Dan apakah hantu itu ada di sana ketika kau melihat ke luar?”

“Ya, dia ADA di sana”

“Pada dua kesempatan itu?”

Dia mengulang dengan tegas, “Ya, dua kali.”

“Maukah kau keluar denganku dan mencarinya sekarang?”

Dia menggigit bibir bawahnya seolah enggan melakukannya, tapi akhirnya dia berdiri juga. Aku membuka pintu, dan berdiri di tangga, sementara dia berdiri di ambang pintu. Di sana ada lampu Tanda Bahaya. Di sana ada mulut terowongan yang muram. Di sana ada dinding batu lembab yang menjulang tinggi. Di atasnya ada bintang-bintang.

“Apa kau melihatnya?” tanyaku padanya sambil memperhatikan raut wajahnya. Matanya menonjol dan tegang, tapi mungkin tidak setegang mataku ketika aku mengarahkan matanya ke titik yang sama.

“Tidak,” jawabnya. “Dia tidak ada di sana.”

“Setuju,” ujarku.

Kami masuk kembali, menutup pintu, dan duduk. Aku sedang berpikir bagaimana memperbaiki situasi berlebihan ini, jika bisa disebut begitu, ketika dia memulai percakapan dengan gaya santai seolah tidak akan ada pertanyaan serius di antara kami, sehingga aku merasa ditempatkan di posisi yang sulit.

“Saat ini kau pasti sudah sepenuhnya paham, sir,” ucapnya, “apa yang sangat merisaukanku adalah pertanyaan, ‘Apa maksud hantu itu?’”

Aku tidak tahu, jawabku, tapi aku memahami kondisinya.

“Apa yang diperingatkannya?” ujarnya sambil merenung. Matanya terpaku pada perapian dan hanya kadang-kadang menatapku. “Bahaya apa? Di mana bahayanya? Ada marabahaya menggantung di suatu tempat di jalur rel kereta ini. Sebuah malapetaka mengerikan akan terjadi. Aku yakin dengan yang ketiga kali ini, setelah mengetahui apa yang terjadi dua kali sebelumnya. Tapi aku sangat ketakutan dibuatnya. Apa yang harus kulakukan?”

Dia mengeluarkan sapu tangannya dan mengusap tetesan keringat dari keningnya yang mulai menghangat.

“Kalau aku mengirim telegram Peringatan Bahaya ke salah satu atau kedua jalur, aku tidak dapat memberikan alasan,” lanjutnya sambil mengusap telapak tangannya. “Aku bisa kena masalah, dan tidak ada untungnya bagiku. Mereka akan berpikir kalau aku sudah gila. Kejadiannya akan seperti ini—Pesan: ‘Bahaya! Hati-hati!’ Balasan: ‘Bahaya apa? Di mana?’ Pesan: ‘Tidak tahu. Tapi hati-hatilah!’ Mereka pun akan memecatku. Apa lagi yang harus mereka lakukan?”

Kegalauan pikirannya terlihat sangat memilukan. Ini merupakan siksaan mental bagi orang waras yang ditekan jauh di luar batas kemampuan oleh sebuah tanggung jawab bodoh yang menyangkut nyawa manusia.

“Ketika dia pertama kali berdiri di bawah lampu Tanda Bahaya,” lanjutnya sambil menyisir rambut hitamnya ke belakang, dan mengusap-usap keningnya seperti orang yang terkena demam tinggi, “kenapa dia tidak mengatakan padaku di mana kejadian itu akan terjadi, jika itu memang harus terjadi? Kenapa tidak mengatakan padaku bagaimana cara mencegahnya, jika bisa dicegah? Ketika dia muncul kedua kalinya, daripada menutup wajahnya, kenapa dia tidak berkata, ‘Wanita itu akan mati. Buat keluarganya mencegahnya keluar rumah’? Jika dia muncul pada dua kesempatan itu hanya untuk menunjukkan bahwa peringatannya benar, dan untuk membuatku siap menghadapi yang ketiga, kenapa dia tidak memperingatiku dengan blak-blakan sekarang? Sedangkan aku, semoga Tuhan menolongku! hanyalah seorang penjaga perlintasan kereta di pos jaga terpencil! Kenapa dia tidak menemui seseorang yang dapat dipercaya, dan kekuasaan untuk bertindak?”

Ketika aku melihatnya dalam kondisi seperti ini, aku merasa satu-satunya hal yang dapat kulakukan sekarang untuk lelaki malang ini, juga untuk keamanan publik, adalah menenangkan pikirannya. Oleh karena itu, dengan mengesampingkan pertanyaan apakah ini nyata atau tidak, kukatakan padanya bahwa siapapun yang membebaskannya dari tugas harus dapat bekerja dengan baik, dan paling tidak dia harus paham dengan tugasnya, walaupun dia tidak dapat memahami Penampakan terkutuk ini. Kali ini usahaku bisa dikatakan jauh berhasil daripada usahaku saat mencoba mengubah pendiriannya tadi. Dia menjadi tenang. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukannya malam ini menuntut banyak perhatiannya. Aku pun meninggalkannya jam dua pagi. Aku menawarkan diri untuk bermalam dengannya, tapi dia menolak.

Jujur saja, lebih dari sekali aku melihat lampu merah tersebut sembari mendaki jalan, perasaanku terganggu saat melihat lampu itu, dan tidurku pasti tidak akan nyaman jika kasurku diletakkan di bawahnya, tidak ada alasan bagiku untuk tidak mengakui ini. Aku juga merasa terganggu dengan peristiwa kecelakaan dan gadis yang meninggal itu. Aku juga tidak punya alasan untuk menutupi itu.

Tapi apa yang paling kupikirkan adalah bagaimana aku harus bersikap setelah mengetahui hal seaneh ini? Aku telah membuktikan diriku sebagai orang yang cerdas, waspada, teliti, dan cermat, tapi berapa lama dia bisa bertahan sewaras itu? Walaupun dia masih menunjukkan tanda-tanda bahwa dia masih dapat dipercaya untuk menjalankan tugasnya seperti biasa, apakah aku mau mempertaruhkan nyawaku untuk membuktikannya?

Karena tidak sopan rasanya bagiku mengkhianatinya dengan mengadukannya pada atasannya di perusahaan tanpa berterus terang padanya terlebih dahulu dan mencari jalan tengah, akhirnya aku menawarkan diri untuk menemaninya menemui seorang praktisi medis terkemuka yang dapat kami temui di daerah tersebut dan meminta pendapat profesionalnya. Dia memberitahuku bahwa jadwal tugasnya akan berganti besok malam, dan dia akan pulang satu atau dua jam setelah matahari terbit, dan mulai bertugas lagi setelah matahari terbenam. Aku putuskan akan kembali kemari besok malam.

Suasana esok malamnya terasa menyenangkan, aku pun berjalan lebih awal untuk menikmatinya. Matahari belum sepenuhnya terbenam saat aku melintasi jalan dekat ujung pengkolan. Aku akan memperpanjang waktu jalan-jalanku selama satu jam, bantinku, berjalan pergi selama setengah jam, dan pulang selama setengah jam, lalu tibalah saatnya bagiku untuk menemui penjaga perlintasan.

Sebelum aku memulai jalan-jalanku, aku melangkah ke pinggir, dan secara otomatis melihat ke bawah, dari tempat pertama kali aku melihatnya. Aku tidak dapat mengungkapkan getaran dalam jiwaku saat aku melihat, di dekat mulut terowongan, ada penampakan sesosok manusia dengan lengan kirinya menutupi mata sambil melambaikan tangan kanannya dengan keras.

Kengerian yang menekan jiwaku berlalu dengan cepat, karena sekilas aku melihat bahwa penampakan ini memanglah seorang manusia, dan ada sekumpulan kecil orang yang berdiri tidak jauh darinya. Dia tampak seperti melatih sikap melambaikan tangannya dengan mereka. Lampu Tanda Bahaya belum menyala. Di depan palang, ada tenda kecil yang dibuat dari kayu dan terpal. Aku tidak pernah melihat tenda itu ada di sana sebelumnya. Ukurannya tidak lebih besar daripada kasur.

Dengan firasat kuat bahwa ada hal yang sangat janggal—dengan ketakutan dan rasa bersalah bahwa kalau saja telah terjadi kekacauan fatal karena aku telah meninggalkan pria itu seorang diri di sana, sehingga tidak ada orang yang dapat mencegah tindakannya—aku menuruni jalan berliku secepat yang kubisa.

“Ada apa?” tanyaku pada gerombolan orang di sana.

“Penjaga perlintasan itu tewas pagi ini, sir.”

“Maksudmu penjaga perlintasan yang posnya di sana itu?”

“Ya, sir.”

“Apa aku dapat mengenalinya?”

“Kau pasti bisa mengenalinya, sir, kalau kau memang tahu dia,” ujar pria yang berbicara mewakili yang lain. Dia melepaskan topinya dan menaikkan ujung terpal, “karena wajahnya terlihat sangat tenang.”

“Astaga, astaga, bagaimana ini bisa terjadi?” tanyaku dengan menatap satu per satu orang di sana ketika terpalnya ditutup kembali.

“Dia tertabrak kereta, sir. Tidak ada satupun orang di Inggris yang lebih tahu tentang pekerjaannya. Tapi entah kenapa saat itu dia malah berada di pinggir rel. Kejadiannya terjadi pada tengah hari. Dia menyalakan senter dan memegangnya di tangan. Saat kereta muncul dari dalam terowongan, dia tampak memunggunginya, dan kereta itu pun menabraknya. Masinis yang mengemudikan kereta menjelaskan kejadiannya. Ceritakan padanya, Tom.”

Seorang pria yang mengenakan pakaian hitam kasar melangkah maju dari tempatnya berdiri di mulut terowongan.

“Kereta datang dari tikungan di dalam terowongan, sir” ucapnya, “dan aku melihat dengan jelas pria itu berdiri di ujung terowongan. Tidak ada waktu untuk mengecek kecepatan kereta, dan aku tahu dia orang yang selalu berhati-hati. Karena dia kelihatannya tidak mengindahkan peluit kereta, maka kumatikan peluitnya ketika kereta sudah dekat dengannya, dan aku pun bereteriak padanya sekencang mungkin.”

“Apa yang kau teriakkan?”

“Aku beretriak, ‘Yang di bawah sana! Awas! Awas! Ya Tuhan, minggir!”

Aku terkejut mendengarnya.

“Ah, waktu itu sungguh mengerikan sekali, sir. Aku tidak henti-hentinya berteriak padanya. Aku menutup mata dengan lenganku ini karena tidak sanggup membayangkan apa yang akan kulihat, dan kulambaikan tangan ini sekencang-kencangnya, tapi itu semua sia-sia.”

Tanpa bertele-tele untuk membuat kejadian aneh ini semakin aneh, maka izinkan aku untuk menutupnya dengan menekankan kebetulan yang terjadi; peringatan dan gerakan si masinis, yang ditirukan oleh penjaga perlintasan kepadaku untuk menceritakan hal yang menghantuinya, juga sikap meratap sambil bersandar di tiang lampu yang aku—bukan dia—tambahkan ke sikap yang ditirukannya.


[selesai]



Sumber:
https://cerpenterjemahan.wordpress.com/
Alih Bahasa:
Harum Wibowo


Label

Lifestyle (267) Life (230) Info (221) Kesehatan (130) Tips (126) Islam (118) animal (105) hewan (102) Wanita (81) hewan kucing (77) kucing (76) Kepribadian (62) foto (61) Personality (58) Fakta (57) Love & Life (45) Sifat (35) Manfaat (33) Cat (32) Hiburan (32) Pria (30) Misteri (28) Lucu (27) Food (24) Beauty (23) Konspirasi (20) Cerita (19) News (19) Parenting (19) Relationship (18) Kisah (17) Cinta (16) photograph (15) Hantu (14) Jin (13) Kecantikan (13) Wisata (13) Coffee (11) Mitos (10) Film (9) Ramadan (9) Tempat liburan (9) Hobby (8) anjing (8) Puasa (7) Ilustrasi (6) Ngakak (6) Palestina (6) Seram (6) Olahraga (5) Phobia (4) Zodiak (4) Pernikahan (3) Buku (2) Cerpen (2) Liburan (2) Smartphone (2) Anime (1) DIY (1) Happy (1) Hutan (1) Meme (1) Rahasia (1) Sains (1) Sukses (1) Unik (1)