Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ العُطَاسَ، وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ، فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ، فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ، وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ: فَإِنَّمَا هُوَ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ
”Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Jika ada di antara kalian yang bersin lalu mengucap hamdalah, maka setiap Muslim yang mendengarnya wajib menjawabnya. Sedangkan menguap sesungguhnya berasal dari setan, maka tahanlah semampunya. Dan bila ia mengatakan ‘haaahh’, maka setan akan tertawa.” (HR. Bukhari No. 6223).
Mengapa Allah menyukai bersin dan membenci menguap? Al-Khatthabi mengatakan, sifat suka dan benci terpulang kepada sebabnya. Bersin disebabkan oleh kondisi tubuh yang enteng, terbukanya pori-pori, dan perut yang tidak kenyang. Sebaliknya, menguap terjadi karena kondisi tubuh yang berat akibat konsumsi makanan yang berlebihan dan beraneka ragam. Kondisi yang pertama menjadikan pelakunya bersemangat dalam ibadah, sedangkan kondisi yang kedua sebaliknya.
Adapun menurut kedokteran modern, menguap terjadi karena otak dan tubuh memerlukan oksigen dan nutrisi. Hal ini dipicu menurunnya kinerja sistem pernapasan dalam menyuplai oksigen ke otak dan tubuh. Sama halnya dengan orang yang mengantuk, pingsan, dan sekarat.
Menguap adalah tarikan napas yang dalam melalui rongga mulut. Sedangkan mulut sendiri tidak diciptakan sebagai alat pernapasan alami. Hal ini karena mulut tidak dilengkapi dengan sistem penyaring udara sebagaimana pada hidung. Jika mulut terbuka lebar saat menguap, masuklah berbagai mikroba, debu, dan polutan bersama udara yang terhirup. Jadi, pantaslah bila menguap dinisbatkkan kepada setan, karena ia membawa madharat bagi manusia.
Sebab itulah, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menahannya sebisa mungkin. Atau menutup mulut dengan tangan saat menguap. (HR. Tirmidzi dengan derajat hasan sahih)
Sedangkan bersin adalah kebalikan dari menguap. Serangannya yang bersifat kuat dan mendadak, menghembuskan udara bertekanan tinggi dari paru-paru melalui hidung dan mulut. Hembusan tadi ikut menyeret mikroba, debu, dan polutan yang sempat masuk ke sistem pernapasan. Manfaat lain dari bersin ialah sebagai refreshing. Kejutan yang dirasakan saat bersin akan menyegarkan urat-urat syaraf dan memulihkan konsentrasi. Sebab itulah, pantas sekali jika bersin dinisbatkan kepada Allah, karena ia mengandung manfaat bagi badan.
Berangkat dari sini, kita diperintahkan untuk bersyukur dengan mengucap hamdalah setelah bersin. Dan bagi yang mendengar ucapan tersebut hendaklah menjawabnya dengan kata yarhamukallaah (semoga Allah merahmatimu). Lalu yang bersin membalasnya dengan ucapan yahdiikumullaah wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu hidayah dan memperbaiki keadaanmu). Demikian menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahihnya.
Hikmah di Balik Doa Bagi yang Bersin
Dalam kitabnya yang terkenal, Miftaah Daaris Sa’aadah, Ibnul Qayyim mengatakan, orang-orang jahiliyah, biasanya jika mendengar bersin dari orang yang mereka sukai, mereka mengatakan, umran wa syabaaban! (semoga panjang umur dan awet muda). Namun bila yang bersin adalah orang yang mereka benci, mereka mengatakan waryan wa quhaaban! (semoga batuk dan sakit hati). Bila mereka mendengar bersin yang dianggap membawa sial, mereka mengatakan bika, laa bii. Inni as-alullaaha an yaj’ala syu’ma ‘uthaasika bika, laa bii (semoga mengenaimu dan tidak mengenaiku. Aku berharap kepada Allah agar kesialan bersinmu mengenaimu dan tidak mengenaiku).
Menurut Ibnul Qayyim, orang jahiliyah menganggap bahwa makin keras bersin yang terdengar, makin besar pula kesialan yang dibawanya. Dikisahkan, seorang raja sedang asyik mengobrol dengan teman bicaranya. Tiba-tiba teman bicara raja bersin dengan keras sekali sehingga membuat raja ketakutan. Raja pun murka kepadanya.
Namun temannya berkata, “Demi Allah, ini bukanlah kesengajaan, namun memang seperti itulah bersinku.”
”Demi Allah, jika engkau tidak bisa mendatangkan saksi bagimu, maka kau akan kubunuh!” kata Sang Raja.
”Baiklah, izinkan aku keluar menemui orang-orang. Semoga ada di antara mereka yang bersaksi untukku.”
Maka Raja menyuruhnya keluar dengan pengawalan sejumlah pasukan. Ia berjumpa dengan seseorang dan langsung bertanya, “Wahai tuanku, kuminta engkau dengan nama Allah. Bila engkau pernah mendengarku bersin, bersaksilah di hadapan Raja.”
”Baiklah, aku akan bersaksi untukmu,” jawab orang itu. Ia pun berangkat bersamanya dan berkata di hadapan Raja, “Wahai Raja, aku bersaksi bahwa pada suatu hari orang ini pernah bersin hingga gigi gerahamnya lepas satu!”
Sang Raja berkata kepada teman bicaranya, “Baiklah kalau begitu. Kembalilah ke majelismu dan lanjutkan pembicaraanmu.”
Ibnul Qayyim lantas mengatakan, “Nah, ketika Islam datang, Allah membatalkan semua tradisi jahiliyah yang sesat tadi melalui sunah Nabi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas melarang umatnya untuk beranggapan sial dan mengaitkan kemujuran atau kesialan dengan bersin. Beliau mengajarkan agar doa jelek bagi orang yang bersin diganti dengan doa agar mendapat rahmat. Beliau juga mengajarkan agar yang bersin mendoakan orang yang mendengar bersinnya supaya mendapat hidayah dan keadaan yang baik. Yaitu dengan mengatakan yahdiikumullaahu wa yush-lihu baalakum.
Hikmahnya, yang mendengar bersin meninggalkan tradisi jahiliyah dan mengamalkan sunah Nabi dengan mengatakan yarhamukallaah. Ia pantas didoakan agar tetap istiqomah dan mendapat hidayah serta diperbaiki keadaannya. Ini merupakan doa agar Allah memperbaiki seluruh keadaannya. Baik di dunia maupun di akhirat. Jadi, doa yang terakhir ini merupakan rasa syukur terhadap saudaranya se-Islam yang telah mendoakan rahmat baginya.
Jadi, sangat tepat bila yang bersin kembali mendoakan saudaranya agar Allah memperbaiki keadaannya,” lanjut Ibnul Qayyim.
Bagaimana Jika Lupa Membaca “Hamdalah”
Menurut Ibnul Qayyim, tidak perlu diingatkan, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak mengingatkan orang yang bersin di samping beliau, lalu tidak membaca hamdalah. Sedangkan menurut Imam Nawawi, perlu diingatkan. Sebab termasuk tolong-menolong dalam kebajikan.
Adapun Imam Ahmad bin Hambal memiliki cara unik dalam hal ini. Dikisahkan oleh Al-Marudzi, ada seseorang yang bersin di samping Imam Ahmad, namun tidak mengucap hamdalah. Imam Ahmad tetap menunggunya agar mengucap hamdalah supaya beliau bisa menjawabnya. Ketika orang itu hendak bangkit, beliau bertanya, “Apa yang kau ucapankan bila dirimu bersin?”
”Alhamdulillah,” jawab orang itu.
Imam Ahmad pun menukas, “Yarhamukallaah.”
Bagaimana Bila Ia Bersin Berulang Kali?
Jika yang bersangkutan telah bersin berkali-kali, dan ia selalu mengatakan alhamdulillah, maka yang mendengar wajib menjawab yarhamukallah sebanyak tiga kali. Adapun bila ia bersin lagi, maka cukuplah dijawab anta mazkuum (engkau sedang flu), sebagaimana dalam hadis sahih riwayat Tirmidzi. Imam Tirmidzi lantas menjelaskan, sebagian perawi hadis ini mengatakan bahwa ungkapan anta mazkuum diucapkan saat mendengar bersin yang ketiga, dan sebagian lainnya menempatkannya pada bersin yang keempat. Intinya, yang menjadi ukuran ialah berapa kali ia mengucap hamdalah, dan bukan berapa kali ia bersin. Demikian menurut Imam Ahmad sebagaimana yang dinukil oleh Syaikhul Islam.
Wallaahu ta’ala a’lam.
Sumber:
http://www.konsultasisyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar