Pernahkah mendengar bahwa kita dilarang mengumpat setan jika terjadi kecelakaan atau saat sedang kesal? Karena jika kita mengumpat "Dasar setan!" atau "Setan lo!", maka setan akan membesar hingga dia seperti seukuran rumah. Benarkah? Berikut alasan yang dilansir dari konsultasisyariah.com mengenai larangan mengumpat setan.
Pada dasarnya, yang disyariatkan bagi seorang mukmin adalah memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan setan, dan bukan melaknat setan. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal itu, diantaranya,
Firman Allah,
Pada dasarnya, yang disyariatkan bagi seorang mukmin adalah memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan setan, dan bukan melaknat setan. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal itu, diantaranya,
Firman Allah,
Jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. Fushilat: 36).
Allah juga berfirman, memerintahkan kita untuk berdoa,
Allah juga berfirman, memerintahkan kita untuk berdoa,
Katakanlah: “Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan Setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku (QS. al-Mukminun: 97 – 98).
Karena itulah, ketika ada yang menggaggu dalam shalat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar kita memohon perlindungan dari setan, dan bukan mengumpat setan.
Dari Utsman bin Abil ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu kekhusyuan shalatku, hingga aku lupa terhadap apa yang aku baca.”
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Itu setan namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah darinya, dan meludah ringan ke kiri 3 kali.
Kata Utsman, “Akupun lakukan saran itu, lalu Allah menghilangkan gangguannya dariku.” (HR. Muslim 5868).
Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum mencela setan.
Jawaban beliau,
Karena itulah, ketika ada yang menggaggu dalam shalat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar kita memohon perlindungan dari setan, dan bukan mengumpat setan.
Dari Utsman bin Abil ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu kekhusyuan shalatku, hingga aku lupa terhadap apa yang aku baca.”
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Itu setan namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah darinya, dan meludah ringan ke kiri 3 kali.
Kata Utsman, “Akupun lakukan saran itu, lalu Allah menghilangkan gangguannya dariku.” (HR. Muslim 5868).
Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang hukum mencela setan.
Jawaban beliau,
Manusia tidak diperintahkan untuk mencela setan. Namun mereka diperintahkan untuk memohon perlindungan dari setan. Sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 3/125).
Kemudian, di sana terdapat larangan khusus mencela setan ketika terjadi kecelakaan.
Salah seorang sahabat pernah membonceng Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ontanya terjatuh. Sahabat ini langsung mengatakan, Ta’isa as-Syaithan yang artinya “Celaka setan”.
Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
Jangan kamu mengucapkan ‘celaka setan’. Karena ketika kamu mengucapkan kalimat itu, maka setan akan membesar, hingga dia seperti seukuran rumah. Setan akan membanggakan dirinya dan berkata, "Dia jatuh karena kekuatanku."
Namun ucapkanlah, ‘Bismillah…’ karena jika kamu mengucapkan kalilmat ini, setan akan mengecil, hingga seperti lalat. (HR. Ahmad 21133, Abu Daud 4984, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
At-Thahawi menjelaskan hadis ini,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal itu, karena ucapan itu akan membuat setan bangga, dia menyangka kecelakaan itu disebabkan diri setan, padahal sejatinya bukan darinya. Namun datang dari Allah. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeritahkan untuk menggantinya dengan ucapan ‘Bismillah..’ sehingga setan tidak mengganggap bahwa kecelakaan itu darinya dan dia memiliki peran dengannya. (Musykil al-Atsar, 1/346).
Dalil Bolehnya Melaknat Setan
Berdasarkan keterangan di atas, yang seharusnya kita jadikan tradisi dan kebiasaan adalah berdoa kepada Allah, memohon perlindungan dari kejahatan setan, dan lebih sering membaca basmalah ketika terjadi kecelakaan.
Hanya saja, terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya mencela setan. Diantaranya, firman Allah ketika mengusir Iblis dari surga,
Allah berfirman: “Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat (QS. al-Hijr: 34 – 35).
Kemudian dalam hadis dari Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu,
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami shalat, tiba-tiba kami mendengar beliau mengatakan,
‘Aku berlindung kepada Allah darimu.’
Lalu beliau mengucapkan,
“Aku melaknatmu dengan laknat Allah”. Beliau mengucapkannya 3 kali.
Seusai shalat, para sahabat merasa heran dan bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jawab beliau,
Sesungguhnya Iblis, si musuh Allah, datang dengan membawa api yang mau dilemparkan ke wajahku. Lalu aku mengucapkan, ‘Aku berlindung kepada Allah darimu.’ Sebanyak tiga kali, kemudian aku ucapkan lagi, “Aku melaknatmu dengan laknat Allah yang sempurna.” (HR. Muslim 1239 dan Nasai 1223).
Dalam hadis ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung melaknat Iblis ketika dia ingin membakar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena itu, hadis-hadis ini dijadikan dalil bolehnya melaknat setan untuk selain kasus kecelakaan, dan jangan lupa agar diiringi dengan membaca ta’awudz. Dalam Fatwa Lajnah Daimah dinyatakan, setelah menyebutkan dalil bolehnya melaknat setan.
Oleh karna itu, seseorang boleh melaknat setan, terutama ketika dia datang untuk menggodanya dan membisikkan was-was kepadanya, agar dia meninggalkan ketaatan kepada Allah. Hanya saja, dia tidak meninggalkan ta’awudz, memohon perlindungan dari Allah, banyak berdzikir kepada Allah, dan mengucapkan "Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du", atau dzikir dan doa lainnya. Agar seorang muslim mendapat perlindungan Allah dari kejahatan setan, dan sekaligus menerapkan ayat dan hadis-hadis yang mengajarkan ta’awudz. Selayaknya seseorang tidak menjadi kalimat laknat untuk setan sebagai kebiasaannya tanpa sebab, dan juga dalam rangka meniru sunah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Fatwa Lajnah Daimah, no. 19753)
Sumber:
https://konsultasisyariah.com
Kemudian, di sana terdapat larangan khusus mencela setan ketika terjadi kecelakaan.
Salah seorang sahabat pernah membonceng Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ontanya terjatuh. Sahabat ini langsung mengatakan, Ta’isa as-Syaithan yang artinya “Celaka setan”.
Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
Jangan kamu mengucapkan ‘celaka setan’. Karena ketika kamu mengucapkan kalimat itu, maka setan akan membesar, hingga dia seperti seukuran rumah. Setan akan membanggakan dirinya dan berkata, "Dia jatuh karena kekuatanku."
Namun ucapkanlah, ‘Bismillah…’ karena jika kamu mengucapkan kalilmat ini, setan akan mengecil, hingga seperti lalat. (HR. Ahmad 21133, Abu Daud 4984, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
At-Thahawi menjelaskan hadis ini,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal itu, karena ucapan itu akan membuat setan bangga, dia menyangka kecelakaan itu disebabkan diri setan, padahal sejatinya bukan darinya. Namun datang dari Allah. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeritahkan untuk menggantinya dengan ucapan ‘Bismillah..’ sehingga setan tidak mengganggap bahwa kecelakaan itu darinya dan dia memiliki peran dengannya. (Musykil al-Atsar, 1/346).
Dalil Bolehnya Melaknat Setan
Berdasarkan keterangan di atas, yang seharusnya kita jadikan tradisi dan kebiasaan adalah berdoa kepada Allah, memohon perlindungan dari kejahatan setan, dan lebih sering membaca basmalah ketika terjadi kecelakaan.
Hanya saja, terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya mencela setan. Diantaranya, firman Allah ketika mengusir Iblis dari surga,
Allah berfirman: “Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat (QS. al-Hijr: 34 – 35).
Kemudian dalam hadis dari Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu,
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami shalat, tiba-tiba kami mendengar beliau mengatakan,
‘Aku berlindung kepada Allah darimu.’
Lalu beliau mengucapkan,
“Aku melaknatmu dengan laknat Allah”. Beliau mengucapkannya 3 kali.
Seusai shalat, para sahabat merasa heran dan bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jawab beliau,
Sesungguhnya Iblis, si musuh Allah, datang dengan membawa api yang mau dilemparkan ke wajahku. Lalu aku mengucapkan, ‘Aku berlindung kepada Allah darimu.’ Sebanyak tiga kali, kemudian aku ucapkan lagi, “Aku melaknatmu dengan laknat Allah yang sempurna.” (HR. Muslim 1239 dan Nasai 1223).
Dalam hadis ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung melaknat Iblis ketika dia ingin membakar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena itu, hadis-hadis ini dijadikan dalil bolehnya melaknat setan untuk selain kasus kecelakaan, dan jangan lupa agar diiringi dengan membaca ta’awudz. Dalam Fatwa Lajnah Daimah dinyatakan, setelah menyebutkan dalil bolehnya melaknat setan.
Oleh karna itu, seseorang boleh melaknat setan, terutama ketika dia datang untuk menggodanya dan membisikkan was-was kepadanya, agar dia meninggalkan ketaatan kepada Allah. Hanya saja, dia tidak meninggalkan ta’awudz, memohon perlindungan dari Allah, banyak berdzikir kepada Allah, dan mengucapkan "Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du", atau dzikir dan doa lainnya. Agar seorang muslim mendapat perlindungan Allah dari kejahatan setan, dan sekaligus menerapkan ayat dan hadis-hadis yang mengajarkan ta’awudz. Selayaknya seseorang tidak menjadi kalimat laknat untuk setan sebagai kebiasaannya tanpa sebab, dan juga dalam rangka meniru sunah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Fatwa Lajnah Daimah, no. 19753)
Sumber:
https://konsultasisyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar